Tren doom spending di media social semakin sering dilakukan. Fenomena ini marak terjadi pada Gen Z golongan anak muda. Fenomena doom spending adalah aktifitas belanja impulsive tanpa memikirkan efek jangka panjang.
Pengeluaran uang jadi tidak sehat dan dapat berakibat buruk pada kondisi finansial seseorang bahkan menyebabkan bangkrut. Sebelum berlarut-larut kebiasaan ini harus segera dihindari. Berikut penjelasan selengkapnya.
Penyebab Maraknya Tren Doom Spending pada Kalangan Gen Z
Alasan healing, self reward, dan kebutuhan yang mengutamakan emosional menyebabkan orang tidak peduli dengan pengeluaran berlebihan. Hal inilah yang jadi pemicu perilaku konsumtif generasi muda. Faktor pemicu lainnya seperti di bawah ini.
1. Mendapatkan Kepuasan Instan
Umumnya otak manusia suka mencari kepuasan atau kesenangan salah satunya adalah dengan berbelanja. Saat membeli barang-barang kesukaan, makanan, minuman, atau bahkan jalan-jalan akan menimbulkan rasa bahagia karena produksi hormone dopamine.
Meski pada dasarnya berbelanja atau hal-hal yang berkaitan dengan spending money merupakan pelarian sementara terhadap stress namun akan berujung pada ketergantungan. Belanja, jalan-jalan, nongkrong bisa jadi keharusan karena ingin mendapatkan kepuasan.
2. Pengaruh Media Sosial terhadap Tren Doom Spending
Perilaku konsumtif yang ditampilkan di media social sangat berpengaruh terhadap gaya hidup seseorang. Konten-konten yang menampilkan kemewahan, kesuksesan, gaya berpakaian stylish, serunya atau liburan jadi pemicu orang untuk bersaing hingga rela keluar uang.
3. Sudut Pandang Keliru
Faktor pemicu lainnya adalah sudut pandang keliru mengenai masa depan keuangan. Rata-rata orang yang sudah pasrah dengan kondisi finansial justru tidak termotivasi untuk menabung, sebaliknya lebih fokus memenuhi keinginan sesaat.
Menabung dan berinvestasi dianggap tidak ada gunanya dan justru membebani. Sehingga orang lebih suka menikmati gaji atau penghasilan yang didapat dengan cara membelanjakannya demi kepuasan batin.
4. Minimnya Literasi Keuangan
Minimnya literasi keuangan juga menjadi pemicu doom spending. Maka penting untuk meningkatkan literasi mengenai keuangan agar bisa membuat pertimbangan-pertimbangan efektif dalam membelanjakan uang.
Bahaya Finansial Jika Mengikuti Tren Doom Spending
Perilaku belanja impulsif yang berlebihan ini memunculkan dampak negatif bagi kondisi finansial seseorang. Bahkan tidak jarang berpengaruh juga kepada orang lain. Berikut beberapa bahaya finansial dari perilaku konsumtif ini.
1. Menambah Utang
Pembelian secara impulsif (impulsive buying) dapat menimbulkan tekanan finansial termasuk menambah utang. Apalagi saat ini belanja online semakin mudah karena adanya fasilitas paylater.
Kemudahan pembayaran ini mendorong orang untuk terus membeli karena bisa membayar secara cicilan. Sehingga tanpa sadar mereka menggali lubang untuk menutup lubang yang sama. Bekerja untuk melunasi utang kemudian utang kembali.
2. Sulit Mewujudkan Tujuan Finansial
Selain menambah utang, tren doom spending menyebabkan seseorang sulit untuk mewujudkan tujuan finansial. Hal ini sudah jadi fenomena umum, di mana Gen Z sulit sekali memiliki rumah pribadi.
Bahkan sekedar menyisihkan gaji untuk menabung atau persiapan dana darurat menjadi hal yang sulit dilakukan. Hal ini akan berimbas pada persiapan finansial seseorang di masa depan. Misalnya untuk biaya kesehatan, nikahan, dan pendidikan anak.
3. Beban Emosional Akibat Tren Doom Spending
Kepuasan sementara karena membeli barang-barang impian, atau melakukan hal-hal demi kesenangan sering kali diikuti oleh masalah mental. Meski memiliki barang, namun kondisi keuangan akhirnya tidak stabil justru akan menimbulkan rasa cemas.
Belum lagi jika utang kian menumpuk, sementara kenaikan penghasilan tidak signifikan. Hal ini akan semakin menambah beban emosional seseorang. Lebih parah lagi, beban emosional ini bisa menyebabkan renggangnya hubungan keluarga maupun dalam masyarakat.
Cara Mencegah Agar Tidak Terjebak Tren Doom Spending
Membelanjakan uang untuk kebutuhan yang memang mendesak, seperti kebutuhan primer, kesehatan dan pendidikan memang penting. Namun belanja kebutuhan hiburan harus dibatasi. Supaya tidak terjebak tren konsumtif ini Anda bisa menerapkan beberapa hal berikut:
1. Susun Skala Prioritas
Meski berbelanja kian dimudahkan dengan hadirnya toko online dan e-commerce, namun menerapkan skala prioritas harus tetap dilakukan. Jadi buat plan mendahulukan kebutuhan dulu baru yang lain. Itupun harus bersifat urgent.
Untuk kebutuhan yang sifatnya tidak urgent misalnya fashion, aksesoris, bisa dipikir-pikir kembali apakah memang perlu atau tidak. Penting juga untuk mengurangi intensitas penggunaan e-money agar tidak memicu keinginan belanja online terus-menerus.
2. Batasi Penggunaan Media Sosial
Tidak jarang orang kecanduan belanja online dengan dalih memanfaatkan promo namun dilakukan tiap bulan. Beberapa dari mereka dikarenakan sering menggunakan media social yang mengubah sifatnya menjadi semakin konsumtif.
Kebiasaan doom scrolling juga bisa memancing seseorang untuk membeli secara online bahkan untuk barang-barang yang tidak dibutuhkan. Akan lebih baik jika Anda lebih fokus pada aktifitas real.
Penting juga untuk menambah pengetahuan mengenai keuangan. Misalnya peluang investasi, cara menabung efektif, kondisi perekonomian global dan sebagainya yang bisa meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi keuangan masa depan.
Kemajuan teknologi memudahkan aktifitas konsumen dalam membeli barang. Namun kepraktisan dan fleksibilitas ini harus disikapi dengan bijak supaya Anda tidak terjebak pada tren doom spending yang merugikan.